Papanya Sarah heran mengapa dia dianggap menuntut anak dan perfectionist. Katanya, ”Saya nggak menuntut kok. Saya cuma kasih saran supaya dia jadi lebih baik.”
Para orangtua seperti Papanya Sarah biasanya tidak menyadari perilaku tsb, juga tidak terpikir dampak negatifnya. Itu sebabnya mereka pun tidak berusaha memperbaiki atau mengubahnya. Malah ada yang justru semakin menuntut, dan kalau perlu menambah hukuman, sampai dilihatnya anak berubah. Tentu saja berubah sesuai dengan standart mereka.
Sarah tahu bahwa Papa selalu ikut campur dan mengatur itu untuk kebaikannya. Sarah juga tahu bahwa Papa sangat sayang padanya. “Saya tahu Papa ingin saya tiap minggu ke gereja, mandi tepat waktu, jadi anak yang jujur, rajin belajar...”
Ia pun berusaha untuk menuruti apa kata Papa, tetapi lama kelamaan ia merasa frustrasi karena sepertinya apa pun yang ia lakukan tidak pernah bisa menyenangkan hati Papanya. Padahal ingin sekali ia melihat orangtuanya senang dan bangga padanya.
Ketika remaja, ia menjadi kurang mandiri dan kurang punya inisiatif karena takut salah, takut nanti Papa marah, takut orang lain tidak suka padanya, takut.... Itu sebabnya sebentar-sebentar ia bertanya pada ortu. Kalau sudah begitu, Papanya juga marah. Kok kamu kayak nggak punya inisiatif, tanya Papa terus? Kamu dong yang putuskan!
Bagi setiap orangtua, ingatlah firman Tuhan dalam Efesus 6 : 4, yang mengatakan : “Hai kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu....” Kemarahan bisa timbul dalam hati anak kalau ia merasa diperlakukan tidak adil dan karena mendapat ganjaran yang lebih daripada seharusnya. Orangtua yang sering menuntut anak tanpa disadari memberi tekanan yang dirasakan anak melebihi kemampuannya.
Oleh: Ev. Esther Gunawan M.K